Thursday, July 22, 2010

Purnama dilangit kelam Kota Raja




3 tahun yang lalu...
“aaaggrhh’ teriakanku geram memekak bersama batu kerikil yang ku lemparkan ke sungai Mahakam itu. Seiring sumpah yang terucap dari relung hatiku.
“kecuali mun batu ni timbul, baru betisku ndak nijak tanah kutai ni lagi” sumpahku disaksikan jembatan Kutai kartanegara tempatku berdiri, Mataku hampa tak terenyuh oleh riak sungai mahakam yang terhampar dibawah ku, senyumku telah hilang, takkan lagi ada meski pesona Pulau Kumala terhampar dihadapan mataku.
Keindahan kota Raja tak mampu membawaku bangkit dari keterpurukan malam itu.. malam terakhir ku berada di Tenggarong, tanah kelahiranku namun menorehkan luka dalam, hingga ku putuskan untuk pergi, pindah ke jambi tenpat ayah angkatku yang berada disana, pergi dengan 1 sumpah dihatiku,, takkan ku injak lagi tanah kutai ini.
Dan waktu mengantarkan siang berganti malammenggulirkan masa hingga 3 tahun semua itu sudah berlalu, Tapi sakit hati ini masih sangat terasa, masih menyesakkan perih dan mungkin tidak akan ku lupa , sakit hati akibat pengkhianatan Rudi sahabatku sendiri,dengan Tia gadis yang sangat aku sayangi Serta hinaan dari orang tua Tia yang tetap tertoreh dalam di hatiku, sakit hati yang melahirkan sumpahku untuk tidak akan pernah kembali..
Masih jelas ibenakku rangkaian kisah itu..
“Sekali lagi maaf nak Fendi, sebagai urang tuha kami Cuma nda yang terbaik untuk Tia, Bukannya merendahkan awak, tapi kami percaya awak bisa berkaca diri, Mampukah awak mbahagiakan Tia dengan keadaan awak tegak ni.? Dengan ekonomi awak? “ Meski terdengar lemah kata kata Mbok Nana namun tajam bagai tombak menghujam ulu hatiku.
“sekali lagi maaf beneh Fen, ndida niat saya nda merendahkan awak, segalanya untuk kebaikan Tia, Kami sekeluarga sepakat nerima lamaran Nak Rudi untuk nikahi Tia ”sambungnya dan ku hanya tertunduk penuh geram, bagaimana bisa Rudi yang sudah seperti saudaraku tega melamar Tiara.. padahal Rudi tau, Bahkan sangat tahu keinginanku untuk menikahi Tia.
“Haram jadah awak Rud.. ni kah yang awak sebut sahabat, yang awak sebut diansanak, tapi malah sampai hati awak merebut Tia dengan ngandalkan kekayaan awak, Binatang awak Rud ‘ Bogemku nyaris dan sangat ingin rasanya ku layangkan ke wajahnya
“Fend.. ku hargai tulusnya perasaan awak, tapi aku tahu apa yang terbaik untuk hidupku, Insya Allah itu bila aku nikah dengan Rudi, dan Insya Allah awak ndia jua akan nemu jodoh yang terbaik untuk awak” Kata kata Tia itu tidak akan terhapus dari memoryku, bagaimana bisa Tia bicara seperti itu dengan entengnya, padahal dia tau Rudi itu sahabatku, padahal Tia dulu bilang bahwa dia pun menyukai aku, bahkan dia pula yang memberikan anggukan agar aku segera mengkhitbahnya.. Tapi...
Itulah sakit hatiku 3 tahun yang lalu.. sangat sakit dan terlalu berat untuk bisa mengikhlaskan kisah itu..
Hingga............
1 minggu yang lalu
Sepucuk surat itu kuterima..


Fendi Sahabatku..
Mungkin sampai hari ini awak maseh sangat benci aku..
Ku haturkan ribuan maaf,, Ku mohon ampun..
Terpaksa kami menutupi kenyataan ni, demi dan karena permintaan Tia, gadis yang sangat awak cintai..
Gadis yang sebenarnya jua mencintai awak..
Fend..
Sejak tahu menderita leukimia dan vonis dokter menyatakan amun sisa umurnya 3 tahun maha lagi, Tia ndi mau awak awak sedih bila nikah dengannya, Tia ndi mau molah awak umpat merasakan penderitaannya..
Maka kami polah sandiwara itu..
Seolah olah aku melamar Tia, dan seolah olah Tia menerima lamaranku..
Serta Urang tuha Tia pun terpaksa bepura pura menghina awak..
Supaya awak ndi lagi mencintai Tia, karena Tia ndi mau mun awak tahu penyakit yang dideritanya,, Tia ndi mau melihat laki laki yang tulus dicintainya jua merasakn sakit.
Fend..
Sekarang kondisi Tia kritis, Seandainya aku kawa memohon.. ku muhon..izinkan Tia melihat awak sebelum Allah menjemputnya.. Karena nama awak yang kerap disebutnya..


Rudi
1 minggu tak ku gubris isi surat itu, Bathinku berkecamuk, sulit untuk mempercayai isi surat itu, cerita yang menurutku tak ubahnya skenario sinetron melankolis.. Ku sadari dendam dan sakit hati masih melekat bila menggenang kisah ini..
Hari ini.....
Ku sandarkan tubuhku yang letih di sandaran kursi taksi yang membawaku dari bandara Sepinggan menuju tenggarong, perjalannan yang kulalui nyaris masih sama seperti 3 tahun lalu ketika ku pergi, seperti tak ada perubahan hingga hari ini,, hingga hatiku membawaku melanggar sumpah untuk tidak lagi menginjak kan kakiku ditenggarong..
Istigfar masih keluar dari bibirku, setelah semalam ku adukan perang bathinku kepada Sang Maha Pengasih dalam sujudku, Kumohon ampunan untuk salah dan dosaku yang terlarut memelihara dendam serta ku mohon petunjuk dalam Tahajudku..
Hari ini kutatap lagi sudut demi sudut kota Raja, Jembatan Kutai Kartanegara menyambutku dengan megahnya, Pulau kumala seakan seperti senyuman yang terukir dari garis terbentang ditengah Sungai Mahakam, Kulewati pula Museum Mulawarman bukti sejarah kerajaan hindu Tertua,disamping Planetarium Jagad Raya , tempat dimana dulu aku dan Rudi serta Tia sering menghabiskan waktu semasa SMA dulu..
Hingga langkahku mengantarkan ku kedepan pintu rumah yang kutuju, Rumah Tia..


Tapi tak kutemukan sosok Tia.. Juga sosok Rudi................


Ku tersimpuh dihadapan dua makam yang berdampingan dengan nisan bertuliskan nama Tia Saly dan Muhammad Rudi.......


Dimakam itu terbaring abadi jasad Tia, gadis yang sangat kusayangi, menghadap Illahi karena Leukimia yang dideritanya, 3 hari yang lalu sebelum aku tiba...




DiSebelah makam Tia, terkubur dalam pangkuan Illahi kini jasad Rudi sahabatku karena kecelakaan lalu lintas ketika pulang dari kantor pos setelah mengirim surat untukku, 1 minggu yang lalu...


Mereka.. Tia dan Rudi telah tiada, tanpa ku sempat menatap wajah mereka, tanpa sempat ku mohon kata maaf untuk khilafku... Mereka telah menghadapNYa.. menyisakan air mata yang tak sanggup ku bendung meski telah ku tahan rintihan Niyayah..
Kini Hanya dengan doa ku bisa mengenang Mereka...


Aku masih bersimpuh di sebelah Makam mereka...


Meski malam telah hadi bersama sinar Purnama di langit gelap kota Raja


( The End )

0 comments: